Pejabat dilingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Musi Rawas (Mura)
sejak 21 November lalu berangkat ke kantor menggunakan motor. Sampai
Wakil Bupati, Hendra Gunawan, berangkat menggunakan sepeda. Instruksi
ini, dikeluarkan Bupati Ridwan Mukti, dengan alasan melakukan
penghematan anggaran. Media lokal dan regional pun, menjadikan Wabup
sebagai berita human interest berupa features di halaman depan.
Sayang, gerakan hemat anggaran ini, menurut hemat saya, menjadi janggal ditinjau dari beberapa aspek yang paling rasional.
Pertama, ditengah sorotan para wakil rakyat yang hidup
hedonistik,
penggunaan kendaraan roda dua bagi pejabat ini, bisa jadi merupakan
gerakan politik yang tak membumi. Momentum ini, digunakan agar
mendapatkan atensi positif dari publik dan masyarakat Mura.
Bila memang mau melakukan penghematan anggaran, ini bukan menjadi cara yang efektif. Pemerintah daerah, kalau memang memiliki
political will dan
political action
bisa melakukan pengetatan anggaran sejak, APBD dibahas sampai menjadi
APBD induk. Disinilah, Bappeda dan Badan Anggaran DPRD tahu mana
anggaran yang efektif dan efesien. Toh nyatanya, dalam APBD Mura 2011,
masih banyak kegiatan yang tidak efektif. Seperti masih adanya anggaran
seminar dan kegiatan-kegiatan seremonial yang notabene hanya
menghabiskan uang.
Apalagi, bupati dan wakil bupati sudah ada aturan perundang-undangan
protokoler yang jelas dan pendapatan yang sah dan berhak menggunakan
kendaraan dinas. Plus ditambah sopir dan ajudan.
Kedua, gerakan menggunakan motor bagi pejabat, mengapa harus
dilakukan saat akhir tahun anggaran. Pertanyaannya, mengapa tidak
dilakukan awal tahun, saat anggaran masih ‘perawan’. Dengan demikian,
saya menduga, instruksi yang dikeluarkan oleh Bupati, ini lebih pada
kegerahan melihat anak buahnya yang tidak mahir bekerja.
Saya mengetahui persis, bagaimana Bupati Ridwan Mukti melakukan
penghematan anggaran ini. Apalagi, disaat kepemimpinan dia, APBD Mura
yang sejak tahun 2005 hanya 500-an milyar, kini sudah menembus angka 1
triliyun. Oleh karena itu, lebih arif dan bijak, bahwa menggunakan
kendaraan motor ini sebagai pembelajaran politik birokrasi yang selama
ini ‘hedonistik’ dengan anggaran.
Atau lebih elok dan sangat bagus, apabila, instruksi ini dibuat
permanen dalam tahun 2012.Sehingga, anggaran bensin, anggaran sopir dan
ajudan, dihilangkan. Dana milyaran tersebut, bisa dialihkan untuk
program yang bersentuhan langsung dengan rakyat. Bila demikian, mari
direnungkan: “Haruskah menggunakan motor dengan alas an hemat anggaran
pada saat APBD sudah ’sisa’ anggaran?” Semoga tidak.
sumber : http://birokrasi.kompasiana.com/2011/11/23/haruskah-pejabat-mura-ngantor-pakai-motor/